22 Januari 2009

KEJAWEN
SEBUAH PEMAHAMAN DASAR


Kita merasa cukup bahagia tinggal di Jakarta yang metropolitan, tempat bergaulnya berbagai etnis lokal dan manca, menjalani proses alami membaur dalam kehidupan bernegara yang merdeka dan berbudaya. Dengan semangat kebersamaan dan sederajat, yang dengan nyata telah mengetengahkan berbagai pandangan hidup, baik yang sifatnya masih lokal maupun yang telah mendunia. Untuk kesejahteraan, kebahagiaan, dan terutama ketentraman hidup sering diadakan diskusi, sarasehan, ataupun temu rasa yang bersifat spiritual dan lintas agama. Sejuk rasa hati karena merasakan kebesaran sang pencipta dalam kehidupan sejati, dimana sesama manusia tidak dikotak-kotakkan. Tetapi esensi kebersamaan dan persamaan yang sama-sama didambakan semua pihak dan itu hakikatnya ialah amanah hidup ini. Benar sekali kata leluhur Jawa bahwa semua agama itu baik.

Kejawen selama ini dianggap oleh masyarakat awam sebagai sebuah agama. Akan tetapi pengertian Kejawen yang sebenarnya adalah suatu sikap hidup yang tidak menonjolkan keduniawian, tetapi dalam waktu bersamaan juga sikap budaya yang menghargai laku spiritual yang saling mengkait dan hakikatnya tak terpisahkan. Sebenarnya bila disimak dengan jujur dan tenang, Kejawen cukup ideal untuk dilaksanakan pada masa kini dan merupakan salah satu pilihan untuk membenahi kehidupan dunia yang perdaban sejatinya masih belum terwujud. Hal tersebut dikarenakan Kejawen mempunyai pemahaman spiritual yang universal dengan meyakini bahwa Sang Pencipta Kehidupan itu Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga semestinya jalan hidup ini terang dan indah. Segala kebutuhan lahir-batin spiritual akan terpenuhi bila disikapi dengan benar dan tawakal.

Kejawen yang dulu diajarkan dengan sangat tertutup dan hanya dari mulut ke mulut, sekarang telah terbuka dan transparan sehingga selain baik untuk penghayatan dan peminat juga memudahkan pekerjaan pengamat dan peneliti. Terbukti saat ini telah banyak buku yang membahas tentang Kejawen dan dapat dibaca serta dipelajari oleh masyarakat seperti yang tertulis dalam buku “Kejawen: Laku Menghayati Hidup Sejati” dan “Kejawen: Menjawab Tantangan jaman”

Pemahaman Kejawen
Sistem pengajaran Kejawen memang berbeda dengan pengajaran filosofia zaman kuno. Sistem tersebut terbuka dalam kelas-kelas dan disebarkan untuk para peminat dan untuk umum. Filosofi “cinta kebajikan” dijalankan secara terbuka, sementara dalam Kejawen ada ajaran “cinta kesempurnaan” yang diajarkan oleh para guru berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang telah lama diteliti, hanyalah akan bisa diterima oleh orang-orang yang terpilih, orang-orang yang mampu dan kuat menerima serta mengamalkannya. Maka itu pengajarannya bersifat sangat selektif.

Oleh karena hanya dibicarakan dalam kelompok-kelompok kecil, lalu biasanya juga pelan-pelan, maka dikatakan “klenik”. Jadi sebenarnya kata klenik itu tidak ada jeleknya atau negatifnya. Hanya saja oleh pihak-pihak yang kurang mengerti, kata klenik itu dikonotasikan negatif. Sehingga dengan sengaja ada yang menghembuskan Kejawen itu klenik, bohong, tak ada gunanya, dan kampungan.

Pihak-pihak yang kurang mengerti Kejawen antara lain mungkin golongan yang “sok” modern, belum apa-apa sudah lebih dulu mencap dengan konotasi negatif bahwa Kejawen itu klenik, ketinggalan jaman, masa lalu, dan lain-lain. Masih lagi dihubungan dengan tahayul, suka main kembang, membakar kemenyan, senang berada di kuburan, suka nyentrik, misterius, pakaiannya aneh-aneh, serba hitam, rambut panjang, jari tangannya penuh dengan batu akik, tidak berpikir logis, suka perdukunan, dan tukang santet.
Bagi yang masih mau mendengarkan penjelasan bagus, paling tidak menggunakan sedikit waktunya untuk mendengarkan dan menbaca Kejawen itu sebenarnya apa. Pemahaman Kejawan bisa dipandang dari beberapa aspek yang akan diuraikan. Salah satu segi Kejawen adalah kawruh-nya (pengetahuan) yang disebut kebatinan, yaitu spiritualisme Kejawen. Kebatinan dibagi dua, yaitu ilmu dan ngelmu.
Ilmu adalah hasil pikiran manusia yang makin lama makin maju, karena temuan para ahli dalam budaya ilmu pengetahuan. Sedangkan ngelmu itu berhubungan dengan gaib. Jadi ngelmu sebenarnya dari dulu sudah ada, hanya dibukanya sedikit-sedikit sesuai kebutuhan manusia. Beberapa ngelmu atas kehendak Tuhan YME dengan jalan diuraikan (di-wedar), lebih terbukansedikit demi sedikit sehingga lama-kelamaan akan terlihat.
Demikian juga dengan penghayat Kejawen akan menerima ngelmu itu dan memahaminya sedikit demi sedikit, sesuai dengan hukum alam. Untuk memahami dan mengalami itu harus dengan cara belajar dan praktek. Maka itu untuk orang Kejawen belajar itu tiada hentinya, sampai saat orang itu pulang ke alam kelanggengan. Ini juga untuk menjaga supaya orang itu tidak kaget dalam menerima, karena bisa berbahaya.
Mempelajari Kejawen tidak berarti menghidupkan primordialisme sempit, kesukuan, kedaerahan, dimana yang diagung-agungkan hanya Jawa. Kita harus berani bijak dan belajar dari sejarah. Pada jaman kuno sebelum ada nama Indonesia, nama Jawa sudah dikenal lebih dahulu. Jadi kenapa disebut Kejawen? Hal itu dikarenakan bahwa Kebatinan yang dipelajari berakar kuat pada adat-istiadat dan budaya yang bersumber dari masyarakat dan tanah Jawa. Hal itu bukan berarti animisme atau paganisme, tetapi kepercayaan kepada Yang Maha Esa, Sang Pencipta Hidup jagat raya beserta isinya, yang diagungkan sebagai Gusti, Pangeran, dan Tuhan.
Kejawen itu ilmu dan ngelmu spiritual Jawa yang bila dihayati dan dijalani dengan baik dalam kehidupan akan menemukan jalan spiritual ke urip hidup sejati, mencapai hubungan yang harmonis/serasi dan selaras antara kawulo dan Gusti. Inilah yang dalam istilah Kejawen disebut Kasunyatan (kenyataan). Jelas salah pengertiannya atau memang sengaja mendiskreditkan Kejawen, dengan mengatakan Kejawen itu ilmu hitam, pemuja roh halus bahkan suka mengundang setan.
Inti dari Kejawen adalah penyembahan kepada Tuhan YME, inti laku utamanya adalah pendekatan diri kepada Tuhan dengan jalan samadi. Jadi jalan pencarian dan jalan menemukan Tuhan itu teramat penting bagi Kejawen.
Bagaimana kalau ada yang mengatakan bahwa Kejawen itu mistik? Menurut “The Oxford American Dictionary of Current English” definisi mystic adalah: “A person who seeks by contemplation and self surrender to obtain unity with or obsorption into deity or the ultimate reality, or who believes in the spiritual apprehension of truths that are beyond understanding.”
Dengan pengertian mistik seperti diatas memang bisa dikatakan bahwa Kejawen juga berunsur mistik, termasuk orang yang dalam pendekatan diri kepada-Nya, bartafakur dan berpasrah total untuk mendapatkan persatuan dan kenyataan tertinggi dalam naungan kebesaran Tuhan, itu sama dengan pengertian Manunggaling Kawulo Gusti, hubungan selaras hamba dengan Tuhan. Sifat mistik yang seperti ini, sebenarnya universal, yang juga terdapat di agama-agama dan kepercayaan yang mengagungkan Tuhan.
Hal yang menjadi sorotan adalah sesaji, yang terdiri atas macam-macam barang dan wujud. Ada yang berupa nasi tumpeng, rangkaian dedaunan atau bunga-bunga yang ditaruh di piring atau bokor, berbagai lauk-pauk, penganan dan minuman. Sesaji pada dasarmya merupakan simbol-simbol pengungkapan yang bermakna baik. Untuk suatu upacara tradisional, misalnya perkawinan, mitoni (tujuh bulanan kehamilan anak pertama), syukuran, dan lain-lain. Sesaji komplit yang diadakan kalau dirangkai menjadi kalimat yang artinya:
pengakuan dan ungkapan terima kasih kepada Tuhan, Penguasa, dan Alam.
permohonan supaya upacara berjalan selamat dan mendapatkan perlindungan-Nya.
mendapatkan restu dari para pini sepuh (orang tua).
Berisi petuah-petuah untuk hidup yang baik, giat belajar, bekerja, berbuat baik dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan sesama.
selalu hidup rukun dalam masyarakat, dengan sesama hidup, termasuk dengan alam dan segala isinya, artinya harus peduli dan melestarikan alam, karena semuanya adalah ciptaan Tuhan.
supaya tidak ada gangguan dari orang usil, maupun dari makhluk yang metafisik.
Mengenai wujud, jenis, dan rupa sesaji itu memang demikian menurut tradisi dan harus diakui bahwa setiap etnis, bangsa, atau daerah tertentu mempunyai tradisinya masing-masing. Pepatah Jawa bilang: Desa mawa tata, negara mawa cara. Desa dan kota masing-masing ada aturannya dan sebaiknya kita ikuti saja, supaya berjalan baik sebagaimana mestinya.
Tentang sesaji bunga, hal itu sudah biasa dipergunakan, termasuk oleh orang Barat, karena juga memang indah, bukankan dikatakan “katakan dengasn bunga!” bentuk, rupa, dan arti simbolis sesaji dan upacara-upacara tradisional Jawa, pada kenyataannya sangat dikagumi oleh orang-orang mancanegara termasuk wisatawannya, terlebih setelah diberitahu apa arti yang tersirat. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bangga mempertahankan, melestarikan, dan memperkenalkan upacara-upacara tradisional kita, lengkap dengan sesajinya.
Menurut beberapa pemerhati, Kejawen selain berarti ngelmu spiritual Jawa untuk menemukan jalan ke kehidupan sejati, mencapai hubungan harmonis, serasi, selaras Kawulo Gusti yang adalah Kasunyatan. Juga sering disebut kebatinan, spiritualisme, ngelmu spiritual atau ngelmu sejati tentang kepercayaan kepada Tuhan YME.
Menurut definisi Kongres Kebatinan III tahun 1957 di Jakarta yang dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro, yang disitir oleh Bung Karno dalam pidato sambutannya pada kongres tersebut yang berjudul “Kebatinan Sejati” menyatakan bahwa kebatinan adalah sumber azas dari sila Ketuhanan YME untuk mencapai budi luhur guna kesempurnaan hidup.
Kejawen yang mencakup kehidupan orang Jawa yang beradab yang berakar kuat pada budaya dan tradisi adiluhung yang meliputi aspek-aspek lahiriah, batin, dan ngelmu sejati atau kesempuranaan, seperti ilmu pengetahuan, bahasa, satra, tata krama, tata susila, adat-istadat, seni budaya, budi pekerti, dan budi luhur. Falsafah mamayu hayuning bawono dan ngelmu kesempurnaan hidup untuk jambuhing kawulo gusti selalu menjadi pegangan yang penting. Sehingga dengan sikap dan laku Kejawen, dalam hidup ini kita bisa nglenggahi urip ing marcapada lan urip kang sejati, yaitu mampu menjalani hidup baik dan benar di dunia ini sekaligus mampu menghayati hidup sejati melalui hubungan harmonis, selaras kawulo gusti atau hubungan hamba dengan Tuhan.
Kita bisa melaksanakan hak dan kewajiban hidup kita secara seimbang lahir, batin, dan spiritual sebagai manusia yang sadar, yang selalu mau belajar, bekerja, dan berusaha dengan rajin, tekun, prosduktif, konstruktif, berpikir, bersikap, dan bertindak positif untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dunia, dan alam semesta (ingat kita semua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari itu semua), dan selalu menyembah dan berbakti kepada Tuhan, menurut agama dan kepercayaannya yang benar-benar dihayati. Sehingga keseimbangan hidup dalam Kejawen adalah sekali lagi lahir, batin, spiritual, dan hidup ini haruslah aktif, tidak loyo. Silahkan berbuat apapun asal dengan cara yang baik dan benar, menjunjung etika dan moral, sopan, suka menolong, pendek kata kebutuhan hidupnya di dunia supaya terpenuhi dengan memadai sesuai dengan keperluan pokok dan perkembangan zaman yaitu antara lain: sandang, pangan, papan, intelektual, budaya, dan spiritual.

21 Januari 2009



Sejarah Singkat Gedung De Javasche Bank (Museum Bank Indonesia)


De Javasche Bank resmi berdiri di Batavia pada 24 Januari 1828 berdasarkan Octrooi. Pada waktu itu De Javasche Bank adalah perusahaan swasta yang modalnya berasal dari 34 pemegang saham.

Sebagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang perbankan, kegiatan De Javasche Bank berkaitan erat dengan perdagangan hasil bumi dari berbagai penjuru Hindia Belanda, oleh karena itu De Javasche Bank tidak saja memiliki kantor di Batavia, tetapi juga di beberapa kota besar seperti Semarang, Surabaya, Medan, Solo, dan lain-lain. Pentingnya komoditi hasil bumi bagi De Javasche Bank terlihat pada kaca patri yang menjadi ornamen hias gedung.

Sejarah Gedung
Pada awal berdirinya, De Javasche Bank menempati bangunan dua lantai bekas rumah sakit dalam kota, yang saat itu dikenal dengan nama Binnenhospital. Gedung berbentuk L ini terletak di sisi jalan Bank dan pinggir Kali Besar. Pada saat itu Binnenhospital berada persis di sebelah dalam tembok kota tua Batavia.

Sesuai dengan perkembangan zaman, kegiatan De Javasche Bank makin banyak. Kapasitas gedung sudah tidak memadai dengan kebutuhannya sebagai bank besar, sehingga dimintalah Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit untuk merancang renovasi dan perluasan gedung. Biro arsitek ini adalah konsultan arsitektur terkemuka yang didirikan di Batavia pada 1908 sebagai cabang dari biro yang sama di Amsterdam. Maka dimulailah pembangunan perluasan gedung dengan menambahkan beberapa unit baru.

Kronologis Renovasi
Kronologis pembangunan adalah sebagai berikut:
Tahap 1: 1909-1912
Tahap 2: 1922
Tahap 3: 1924
Tahap 4: 1933-1935

Pada tahap satu pembangunan difokuskan pada penyediaan beberapa fungsi baru yang sebelumnya tidak ada. Unit-unit tersebut adalah ruang-ruang berlapis baja tempat penyimpanan benda berharga (pantserkluizen atau lazim disebut kluis, atau yang sekarang dikenal dengan nama ruang khasanah). Oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit bangunan baru ini direnovasi menjadi lebih dekoratif dan bergaya neo klasik. Kelihatannya Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit terpengaruh dengan tren yang saat itu tengah berkembang di Eropa, yaitu aliran arsitektur Beaux Arts. Aliran ini dipelopori oleh para arsitek lulusan sekolah arsitek bergengsi, Ecole des Beaux Arts, di Paris. Aliran ini amat terbuka dalam memanfaatkan gagasan-gagasan karya seni lain ke dalam rancangan arsitektur bangunannya. Ini terlihat jelas pada berbagai elemen bangunan luar ruang maupun interior gedung ini. Gaya ‘Arts and Craft’, ‘Art Nouveau’, dan ‘Art Deco’ memperkaya unsur dekoratif bangunan. Itu sebabnya bangunan ini menjadi karya arsitektur penting di Hindia Belanda. Selain itu, bangunan ini merupakan gedung bergaya Eropa pertama di Hindia Belanda yang memasukkan unsur-unsur domestik dalam ragam hiasnya, seperti elemen dekoratif yang berasal dari makara maupun kolom-kolom dari candi-candi hindu maupun bentuk stupa.

Kemudian pada tahap dua perluasan yang dilakukan tidak mengubah bentuk arsitektur bangunan maupun tampilan luarnya. Fokus renovasi tahap dua ini adalah dengan menambah beberapa kluis, ruang arsip, ruang rapat besar, dan rumah penjaga. Ruang rapat besar ini kemudian dikenal dengan nama Ruang Hijau karena dindingnya ditutup keramik hijau yang didatangkan dari Martin & Co, Amsterdam. Konstruksi ruang lapis bajanya dibuat khusus oleh perusahaan LIPS dari Dordrect. Dinding, lantai, dan plafon dibuat dari beton setebal 65 cm diperkuat dengan baja ulir dan dinding ganda. Pada setiap sudut dinding luar dipasang cermin sudut untuk kepentingan keamanan.

Pembangunan yang dilakukan pada 1924 sebetulnya hanya meneruskan apa yang sudah dikerjakan pada tahap sebelumnya (1922) dengan menyelesaikan unit bangunan di sepanjang jl Bank (dulu disebut Javabankstraat). Bangunan baru ini menggantikan bangunan bekas rumah sakit, sehingga sudah tidak tersisa lagi bangunan bekas rumah sakit Binnenhospital tersebut.

Dan pada tahap terakhir, 1933-1935, terdapat beberapa tambahan baru, seperti kluis yang ditempatkan di sisi jalan Pintu Besar Utara (dulu jalan Binnen-Nieuwpoortstraat), tampak depan (di sisi jalan Pintu Besar Utara) dirombak tampilannya menjadi lebih sederhana, tambahan ruang effecten baru, dan juga unit baru yang megah, yang ditempatkan di tengah-tengah.

Sedangkan sejak 1935 sampai sekarang perubahan dan renovasi tidak ada yang dilakukan secara besar-besaran sehingga mengubah bentuk terakhir (1935). Perubahan yang terjadi lebih karena harus menyesuaikan dengan kebutuhan praktis atau karena fungsi ruang yang berubah. Perubahan dilakukan dengan menutup koridor menjadi ruangan baru ataupun membagi ruangan lama dengan partisi dan diding baru.

Unsur dekoratif dari gaya ‘Beaux Arts’ terus bertahan hingga kini. Unsur-unsur tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk ragam hias dan ornamen yang terdapat pada gedung, seperti misalnya jendela dormer, louver, balustrade, kolom-kolom dengan kepala dekoratif, pilaster, bukaan dinding arcade, ressaut, ataupun kaca patri.

Kaca Patri
Kaca-kaca patri di gedung ini dipesan dari studio Jan Schouten, Delft, Belanda—diperkirakan pada sekitar 1922, 1924, dan 1935, ketika gedung ini dibangun. Karena dirawat dengan hati-hati, sampai saat ini kondisi kaca-kaca patri ini masih baik. Kaca patri ini adalah kaca yang dilukis dan diberi warna dengan cara dibakar hingga 1.100°C agar mendapat kualitas warna yang terbaik. Setelah diwarnai, kaca tersebut dirangkai menjadi beragam motif dengan menggunakan patrian timah. Motif lukisan kaca patri di gedung ini kebanyakan mewakili berbagai aspek seputar perdagangan dan kehidupan di Hindia Belanda.

Kaca patri lobi
Kaca patri di lobi ini terdiri dari tiga bagian. Di baris paling atas, sebelah kiri, menunjukkan seorang dewi berlambang kota Batavia (sebagai tempat berdirinya De Javasche Bank); dan di sebelah kanan menunjukkan seorang dewi berlambang kota Surabaya. Kaca-kaca patri di baris tengah menggambarkan berbagai kegiatan seni, seperti menyanyi, fotografi, drama, mematung, pembuatan film dan keramik. Pada baris terbawah, digambarkan berbagai aktivitas masyarakat Hindia Belanda kala itu. Dua yang paling kiri menggambarkan kegiatan bertenak dan bertani; di tengah menunjukkan dua kapal—kapal bermesin uap dan kapal layar—yang melaut mengangkut kekayaan Nusantara; dan dua yang paling kanan menggambarkan kegiatan panen dan membatik.

Kaca patri Ruang Hijau
Kaca patri di ruang hijau ini menggambarkan komoditi utama pada saat itu, seperti hasil tambang (minyak bumi, timah), hasil perkebunan (tembakau, kopi, coklat), rempah-rempah (lada, pala), dan hasil bumi lainnya yang dianggap penting (garam).

Kaca patri tangga
Kaca patri yang berada di ruang tangga tiga menggambarkan Dewa Merkurius yang merupakan dewa pelindung perdagangan, di bawahnya tertera tulisan “De Javasche Bank Gericht Anno 1828” atau “De Javasche Bank, didirikan pada 1828”.

Di bawah kaca patri Merkurius terdapat tiga kaca patri kecil dengan lambang tiga kota penting dalam perdagangan di Pulau Jawa kala itu, yaitu lambang kota Semarang, Surabaya, dan Batavia.

Lokasi Gedung

Kantor pusat De Javasche Bank atau yang kemudian diteruskan oleh Bank Indonesia ini terletak di kawasan ‘Kota’. Kawasan ini adalah kawasan tertua di wilayah Jakarta. Nama yang disandangnya sejak pendudukan Belanda yang pertama kali di Jawa pada abad ke-17 adalah Batavia. Gedung ini terletak di jalur utama yang membelah kota lama dengan balai kotanya yang dibangun pada abad ke-18 di utara dan kota baru dengan alun-alun baru di sebelah selatan yang dibangun pada awal abad ke-20.

Sebagai wilayah yang pertama kali dibangun oleh Belanda, Kota juga merupakan pelabuhan utama yang memasok segala kebutuhan termasuk sebagai bandar perdagangan yang cukup penting, karena kapal-kapal dagang dari seluruh penjuru dunia berlabuh di Batavia untuk berdagang.
Manajemen dan Sejarah

Kayaknya kedua hal tersebut itu tidak ada sambungannya ya...???
Bagi gua itu ada, karena kedua2nya akan gua gabungkan dalam studi gua yang baru nanti.
Yah...mudah2an sih gua masih bisa gunain ilmu gua di S1 buat diaplikasikan dalam studi gua di S2 nanti, pokoknya gua kali ini harus sungguh2.....secara umur gua uda mau mendekati kepala tiga.

Manajemen sih kata orang itu ilmu yang gampang, tapi bagi gua segampang apapun itu, kalo kita ngga belajar, ya tetep aja tidak bisa dipergunakan....

Kalo sejarah, mungkin aneh di mata orang, karena belajarnya hal2 yang uda lewat alias jadul, tapi bukan itu inti sarinya belajar sejarah, yang terpenting adalah bagaimana kita mengenali pola2 peristiwa itu yang pastinya suatu saat akan terjadi lagi di masa kini, dan yang terpenting dari ilmu sejarah adalah modal dasar penelitian yang dahsyat udah gua dapatin....

So....kita liat nanti, apakah gua bisa mencapai hasil yang terbaik di studi ini.....
Semoga Tuhan memberikan anugerahnya buat gua menghadapi ini...

Amin....
Kuliah lagi...Kuliah lagi....

Sip....di awal 2009 uda dikasi ketetapan buat kuliah lagi.
Biarpun daftarnya di universitas kelas "2" di Indonesia, bagi gua itu ngga penting.
yang terpenting adalah gua dapat menimba ilmu dan belajar lagi dengan biaya yang terjangkau di kantong.
Toh ngga semua yang murah itu kualitasnya jelek kan...????
Mudah2an di awal 2011 uda bisa dapat semua yang gua inginin
Gelar S2, Istri yang cantik, dan pekerjaan yang tetap......
Amin....

Mudah2an Allah SWT memberikan jalan untuk hal yang gua lakuin.....
Pokoknya musti dimulai sejak tahun ini.....
Sip....

16 Januari 2009

Mesin Potong Seybold Precision
Mesin ini buatan Amerika Serikat yang dipergunakan pada saat pencetakan ORI di Kendalpayak, Malang pada tahun 1946. Fungsi dari mesin ini adalah untuk memotong kertas yang didalamnya telag tercetak ORI. Pada saat perpindahan pencetakan dari Malang ke Yogyakarta, mesin ini turut dibawa serta, dan kembali dipergunakan pada saat melakukan pencetakan ORI di Yogyakarta.
Mesin mempunyai tenaga penggerak motor listrik dengan kapasitas daya 1 KW. Ukuran kertas yang dapat dipotong oleh mesin ini, maksimal berukuran 500 x 900 mm.
Akhirnya.....

sip...akhirnya gua mendapatkan motivasi untuk melanjutkan studi lagi...yes...sekarang waktunya menentukan tema...mengumpulkan bahan...trus abis itu mulai deh kita studi lagi..Pokoknya tahun ini harus udah kelar ya....

Harus....
Harus....
Harus...

Ayo Ikbal kamu bisa.....

14 Januari 2009

Mesin Cetak Letterpres Merk Man Terno

Mesin produksi Jerman ini dibuat pada tahun 1913. Mesin ini pernah dipergunakan untuk memproduksi ORI di Kota Yogyakarta. Pada saat berproduks, mesin ini mempunyai kapasitas cetak sebanyak 750 lembar setiap jam. Tenaga penggerak pada mesin ini adalah motor listrik dengan daya 2 KW. Ukuran kertas yang dapat dicetak oleh mesin ini adalah 1000 x 750 mm.