06 Mei 2008

KENAPA DUIT BISA BERSINONIM DENGAN UANG?


Duit bagi masyarakat Indonesia merupakan padanan kata untuk istilah uang, tetapi tahukah anda dari mana masyarakat Indonesia memperoleh kosakata satu ini?
Kalau dilacak, istilah ini tampaknya bersumber dari yang kata Doit, yakni sebutan bagi uang receh kuno Eropa dari abad XIV. Doit pada awalnya dibuat dari bahan perak dengan nilai tukar=1/8 Stuiver. Kalau 1 Gulden pada abad XIV senilai 20 Stuiver, maka 1 Gulden senilai dengan 160 Doit. Doit menjadi satuan mata uang terkecil di negeri Belanda seperti halnya Penny di Inggris. Selanjutnya sejak tahun 1573 Doit dibuat dari bahan tembaga.


Doit masuk ke Kepulauan Nusantara sejak 1726. Semula Doit yang beredar di Nusantara kala itu ditempa dan harus didatangkan dari negeri Belanda, tetapi mengingat pengiriman dengan kapal yang sering mengalami hambatan karena berbagai hal, sedangkan kebutuhan akan uang kecil ini, khususnya untuk penggajian pegawai terus meningkat, maka pemerintah Belanda mengizinkan VOC untuk menempanya sendiri di Batavia dan Surabaya. Doit yang dibuat di Nusantara masa itu terdiri dari dua jenis, yaitu yang pertama terbuat dari bahan tembaga dengan ciri-ciri berbentuk bundar, berwarna coklat tanah, bertuliskan JAVA dan angka tahun pembuatan karena itu jenis ini acap disebut Javase Doit. Mata uang Doit jenis kedua terbuat dari bahan timah berkadar 100%, bentuknya bundar, memiliki berat 6,18 gram, pada sisi muka bagian atas ada inisial LN dan lambang VOC, sedangkan sisi belakangnya terdapat tulisan Arab Melayu berbunyi Duyit dan juga tahun pembuatannya. Doit jenis ini memang lebih sering disebut sebagai Duyit. Jenis ini mudah dipalsukan, juga sering menghilang dari peredaran karena timahnya dilebur orang ketika harga timah naik. Mata uang kecil bernama Doit dan Duyit ini lama-lama karena pelafalan lidah pribumi, maka populer di masyarakat Nusantara sebagai Duit.


Pada tahun 1854 pemerintah Hindia Belanda melakukan pembaharuan sistem mata uangnya, yang mana 1 Gulden sama dengan 100 Duit atau juga 100 Cents. Mengapa istilah Duit bisa menjadi padanan kata bagi istilah Uang tampaknya karena Duit adalah satuan terkecil, yang bisa dipastikan sangat diakrabi oleh kebanyakan penduduk Bumiputera Nusantara pada masa itu. Kesejahteraan penduduk Bumiputera pada masa kolonial sampai awal abad XX memang rendah sekali dibanding penduduk golongan Eropa, China dan Timur Asing lainnya. Ketika pada 1888 pendapatan per kapita per tahun orang Eropa mencapai 2100 Gulden dan orang Timur Asing berpendapatan 250 gulden, pendapatan per kapita per tahun penduduk Bumiputera hanyalah 63 Gulden atau 5,25 Gulden per bulannya. Mungkin karena begitu rendahnya pendapatan mereka kala itu, yang berarti lebih sering menerima Duit dibanding Gulden, maka istilah Duit pun menjadi sinonim bagi Uang akhirnya istilah ini pun menjadi akrab bagi anak cucunya yang kini telah menjadi warga negara Indonesia. (Tikcil)

ASAL KATA RUPIAH


Pernah menyempatkan diri mengamati lembaran atau kepingan Rupiah dalam kantong atau dompet anda? Pernah mencoba bertanya mengapa Indonesia memberi nama mata uangnya dengan sebutan Rupiah, dan bukan Dollar, Poundsterling, Yen atau Riyal?
Rupiah itu sendiri kalau ditelusur-telusur secara asal kata tampaknya berhubungan dengan sebuah kata dalam bahasa Sansekerta, rupya, yang artinya ‘perak tempa’. Karena itu, mungkin saja istilah Rupiah telah lama dipakai di kepulauan ini untuk menyebut jenis uang yang berbahan baku dari perak. Boleh dibilang, karena sama-sama bermuasal dari kata rupya, maka secara etimologis Rupiah berkerabat dekat dengan Rupee-nya orang India dan Pakistan.
VOC menjelang akhir abad XVIII menerbitkan sebuah mata uang bernama Gouden Javase Rupij. Mata uang yang ditempa dan diedarkan untuk pertama kalinya pada tahun 1783 ini kemudian lebih populer disebut sebagai Rupiah Jawa. Hal tersebut tampaknya berkaitan dengan masalah pelafalan Gouden Javase Rupij bagi lidah orang Jawa. Rupiah kuno ini ditempa VOC di Batavia dengan bahan baku dari emas, memiliki berat 16 gram dan berkadar emas 0,792. Bentuk fisik mata uang ini bundar, berwarna kuning emas dengan kepingannya bergambarkan lambang VOC dan tahun terbit di bagian bawahnya.
Pada tahun 1811 hingga 1816, Inggris menduduki sejumlah bagian Kepulauan Nusantara. Sebagai penguasa, mereka juga mengedarkan mata uang untuk menggantikan mata uang milik Belanda. Koin-koin yang dicetak dan diedarkan Inggris itu beberapa diantaranya bergambar bunga teratai di satu sisi dan di sisi lainnya bergambar ayam jago. Mata uang itu dikenal dengan sebutan Rupee Jawa.
Ketika Belanda kembali berkuasa di Nusantara dan kembali mengedarkan mata uang Gulden, Rupiah tidaklah menjadi hilang. Rupiah justru menjadi istilah populer di kalangan pribumi untuk menyebut pecahan-pecahan kecil yang beredar diantara mereka. Bahkan lama kelamaan secara de facto Rupiah menjadi sinonim bagi nama mata uang resmi Gulden.
Rupiah selanjutnya menjadi nama resmi mata uang yang berlaku di wilayah Nusantara ketika Jepang menduduki Kepulauan ini antara 1942-1945. Dalam rangka mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia, maka Jepang mengganti penyebutan mata uang dari semula Gulden menjadi Roepiah. Begitu populernya istilah Rupiah sampai-sampai ketika NICA (Nederlands Indies Civil Administratie) mencoba mengedarkan uangnya paska Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka mereka terpaksa harus memakai dua penyebutan dalam satu mata uang, yaitu Gulden dan Rupiah.
Republik Indonesia sendiri memakai penyebutan Rupiah sebagai nama mata uangnya sejak 30 Oktober 1946, yakni ketika mengeluarkan Oeang Repubik Indonesia (ORI). Nilai tukar 1 Rupiah ORI adalah setara 50 Rupiah Jepang di Jawa dan senilai 100 Rupiah Jepang di Sumatera. Rupiah ORI pertama ini sebenarnya telah dicetak sejak 17 Oktober 1945 yang terdiri atas pecahan Rp 5,-; Rp 10,-; Rp 25,- dan Rp 100,-. Semua pecahan tersebut menggunakan gambar Presiden Soekarno

1 komentar:

jacobian mengatakan...

info yg sangat menarik.tapi yg buat aq bingung asal dari nominal uang rupiah bisa menggunakan nominal yg sangat besar tuh darimana ya? kan dulu ajah 1 rupiah ada tapi skrg dah ga ada lg. skrg yg paling kecil tuh 100 rupiah n paling tinggi 100.000 rupiah.nominal uang kertas rupiah skrg udah terlalu tinggi.jadi harus dikecilkan seperti mata uang dollar amerika. :-)